Dhea Yoseva Hidayat
Is The Best My Self
Senin, 30 April 2012
Minggu, 29 April 2012
Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa latin
merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti
“Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan
dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media
pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran
adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran.
Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat
bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan
isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.
Sedangkan, National Education Associaton(1969) mengungkapkan
bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak
maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga
pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran,
perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya
proses belajar pada diri peserta didik.
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media
pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat
mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media
pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang
digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20
usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio,
sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang
pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran
menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan
internet.
Media memiliki beberapa fungsi,
diantaranya :
- Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
- Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b) obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
- Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
- Media menghasilkan keseragaman pengamatan
- Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
- Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
- Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
- Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak
Terdapat berbagai jenis media belajar,
diantaranya:
- Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
- Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
- Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
- Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
Sejalan dengan perkembangan IPTEK
penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still
media maupun projected motion media bisa dilakukan secara
bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media.
Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected
motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat
interaktif.
Allen mengemukakan tentang hubungan
antara media dengan tujuan pembelajaran, sebagaimana terlihat dalam
tabel di bawah ini :
Jenis Media
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
Gambar Diam
|
S
|
T
|
S
|
S
|
R
|
R
|
Gambar Hidup
|
S
|
T
|
T
|
T
|
S
|
S
|
Televisi
|
S
|
S
|
T
|
S
|
R
|
S
|
Obyek Tiga Dimensi
|
R
|
T
|
R
|
R
|
R
|
R
|
Rekaman Audio
|
S
|
R
|
R
|
S
|
R
|
S
|
Programmed Instruction
|
S
|
S
|
S
|
T
|
R
|
S
|
Demonstrasi
|
R
|
S
|
R
|
T
|
S
|
S
|
Buku teks tercetak
|
S
|
R
|
S
|
S
|
R
|
S
|
Keterangan :
R = Rendah S = Sedang T= Tinggi
1 = Belajar Informasi faktual
2 = Belajar pengenalan visual
3 = Belajar prinsip, konsep dan
aturan
4 = Prosedur belajar
5 = Penyampaian keterampilan persepsi
motorik
6 = Mengembangkan sikap, opini dan
motivasi
Kriteria yang paling utama dalam
pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran
atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh : bila tujuan atau
kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media
audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang
dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat
digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan
aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu,
terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer),
seperti: biaya, ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan
mutu teknis.
============
Teknologi Pendidikan
Teknologi
pendidikan adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan,
pemanfaatan, manajemen dan evaluasi terhadap proses-proses dan
sumber-sumber untuk belajar.Sumber daya manusia yang mengelola
pendidikan harus memiliki kemampuan akademis dan profesional handal
untuk mengembangkan dan/atau menerapkan teknologi pendidikan agar
penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih berkualitas, efektif, efisien,
dan relevan dengan kebutuhan pembangunan.
Tuntutan peningkatan kualitas, keefektivan,
efisiensi, dan relevansi pendidikan harus sejalan pula dengan adanya
tuntutan peningkatan kualitas dari sumber daya manusia secara
berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan sikap belajar sepanjang hayat
(life long education). Pembentukan sikap dan kemampuan belajar sepanjang
hayat dapat dilakukan melalui pengembangan sistem belajar mandiri,
yaitu belajar yang didorong oleh motivasi diri sendiri.
Untuk memenuhi kebutuhan
akan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan akademis dan
profesional sesuai tuntutan di atas, maka Program Pascasarjana (S2)
Teknologi Pendidikan (TP) Universitas Sebelas Maret dirancang dengan
kekhususan teknologipendidikan untuk pengembangan sistem belajar
mandiri. Para lulusan S2 TP Universitas
Sebelas Maret diproyeksikan sebagai sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan akademis dan profesional untuk mengembangkan dan/atau
menerapkan teknologi pendidikan ataupun sumber daya manusia yang mampu
mengelola satuan-satuan lembaga pendidikan /pelatihan dengan komitmen
tinggi untuk mengembangkan dan memanfaatkan teknologi pendidikan dengan
wawasan pengembangan belajar mandiri. Kemampuan akademis dan profesional
seperti itu sangat penting untuk dikuasai oleh para dosen, widyaiswara,
guru, kepala sekolah, pengawas/penilik, dan para pejabat lain yang
turut bertanggung jawab/terkait dalam pengembangan proses belajar
mengajar di setiap lembaga pendidikan/pelatihan.
Program Pascasarjana (S2) Teknologi
Pendidikan Universitas Sebelas Maret telah disetujui pembukaannya oleh
Dirjen Dikti Depdikbud dengan SK No. 255/DIKTI/Kep/99. Program ini
dibuka mulai Tahun Akademik 1999/2000. Terakreditasi A.
Tujuan Pendidikan
Program Pascasarjana (S2) Teknologi Pendidikan bertujuan untuk
menghasilkan Magister Pendidikan dengan kualifikasi:
- Memiliki wawasan pendidikan secara komprehensif untuk peningkatan kualitas pendidikan.
- Mampu menciptakan strategi-strategi dan produk pembelajaran pada tingkat makro dan mikro dengan pendekatan sistem belajar mandiri.
- Mampu mengembangkan teknologi pendidikan yang secara luas digunakan dalam pembelajaran terutama yang mendorong kemandirian belajar.
- Mampu memanfaatkan proses-proses dan sumber-sumber belajar untuk mendorong kemandirian belajar.
- Mampu mengelola teknologi pendidikan melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengawasan.
- Mampu mengevaluasi proses belajar dan pembelajaran secara adekuat.
- Mampu mengelola satuan lembaga pendidikan/pelatihan.
Visi & Misi
Visi :
Menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang Teknologi Pendidikan yang unggul di tingkat nasional
maupun internasional dengan berlandaskan pada nilai – nilai luhur
budaya nasional.
Misi :
Dalam rangka kepedulian Universitas Sebelas Maret terhadap peningkatan
kualitas sumberdaya manusia yang profesional, maka Program Studi
Teknologi Pendidikan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret berupaya
untuk mengimplementasikan hal tersebut dalam bentuk misi Program Studi
Teknologi Pendidikan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, sebagai
berikut :
- Menyelenggarakan pendidikan di bidang Teknologi Pendidikan yang bermutu tinggi dan menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi ilmu Teknologi Pendidikan yang mampu bersaing di tingkat internasional.
- Menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan yang bermutu tinggi melalui penelitian.
- Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka penerapan dan penyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Teknologi Pendidikan.
Senin, 16 April 2012
Strategi Pembelajaran
Dalam mengimplementasikan Kurikulum
Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima strategi
pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis
Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning);
(4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran
dengan Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005)
memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).
==============
Di bawah ini akan diuraikan secara
singkat dari masing-masing strategi pembelajaran tersebut.
1. Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep
pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran
dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu
menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas
guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan
menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan
hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi
mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik belajar.
Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E.
Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran kontekstual, yaitu :
- Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik
- Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
- Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.
- Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
- Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
2. Bermain
Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model
pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang
berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship),
terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari
metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan
menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik
mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara
memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para
peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap,
nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan
Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain
peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik;
(2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan
pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan
evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan
(9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan
pengambilan keputusan.
3. Pembelajaran
Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative
Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan
melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles,
(E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu :
(1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya
kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian
tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan
peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif
dilakukan dengan prosedur berikut:
- Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
- Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
- Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
- Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
- Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
- Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
- Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.
4. Belajar
Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam
kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan
memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari.
Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal,
pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan
tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam
mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan
memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara
spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu
dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan
yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para
peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya.
Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan
suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan
(feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi
tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil
evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para
peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga
seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar
secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan
dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan
tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang
diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic
progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada
pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran
sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan
bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf
penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan
oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi
pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar;
dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan
“bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi :
(1) corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial,
yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai
peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya;
dan (2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan
(sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi dalam
pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan
dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang
optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun
software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan
proses belajar.
5. Pembelajaran dengan Modul (Modular
Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran
mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis,
operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai
dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pembelajaran dengan sistem modul
memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
- Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
- Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
- Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
- Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem
modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar
kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4)
lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam
format modul, sebagai beriku:
- Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
- Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
- Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
- Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
- Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
- Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran
sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar,
antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2)
membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul
atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap
peserta didik.
6. Pembelajaran
Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa)
secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi-
kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi
siswa, yaitu: (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka
dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada
hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta
sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas
dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian
hipotesis,
Proses inkuiri dilakukan melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
- Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis.
- Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
- Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
- Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri
di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang
kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan
pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
Sumber :
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi
Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia
E. Mulyasa.2003. Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi.
Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi
Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja
Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar
Mengajar Jakarta :. Grasindo.
Langganan:
Postingan (Atom)